Tuesday, 15 February 2011

Kontribusi Psikologi Lingkungan terhadap Kehidupan Manusia

BAB I

PENDAHULUAN

Pada kenyataannya, psikologi lingkungan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kehidupan manusia. Manusia banyak mengambil manfaat dari lingkungan. Mereka memerlukan tempat tinggal yang aman, nyaman, dan memberikan privacy, tempat kerja dan alat – alat yang memungkinkan manusia bekerja optimal, alat pengangkutan yang cepat, tempat – tempat rekreasi, dan sebagainya yang sering kali mengabaikan kepentingan lingkungan. Bagaimana keseimbangan antara keduanya dijaga, itulah salah satu kontribusi psikologi lingkungan.

BAB II

Tinjauan Pustaka

1. Pengertian psikologi lingkungan

Sangat menarik untuk membahas tentang kontribusi psikologi lingkungan terhadap kehidupan manusia. Namun sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu psikologi lingkungan. Menurut Bell dkk. (dalam Sawono, 2005) psikologi lingkungan adalah hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan fisiknya, baik yang buatan maupun yang alamiah. Pengertian serupa juga dijelaskan oleh Helmi (1999) yang menyatakan bahwa psikologi lingkungan merupakan ilmu perilaku yang berkaitan dengan lingkungan fisik. Heimstra dan Mc Farling (dalam Prawitasari, 1989) juga menyatakan psikologi lingkungan adalah disiplin yang memperhatikan dan mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan fisik.

Sementara itu Wibowo (2009) menyatakan bahwa psikologi lingkungan adalah bidang psikologi yang menggabung - gabungkan dan menganalisis transaksi serta tata hubungan dari pengalaman serta tindakan manusia dengan aspek-aspek dari lingkungan sosiofisiknya yang terkait.

Emery dan Tryst (dalam Soesilo, 1989) melihat bahwa hubungan antar manusia dengan lingkungannya merupakan suatu jalinan transactional interdependency atau terjadi ketergantungan satu sama lain. Hal ini hampir sama dengan pendapat Guilford, yaitu manusia mempengaruhi lingkungannya. Untuk selanjutnya lingkungan akan mempengaruhi manusia, demikian pula terjadi sebaliknya. Veitch dan Arkkelin (1995) mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai ilmu perilaku multidisplin yang memiliki orientasi dasar dan terapan, yang memfokuskan interrelasi anatar perilaku dan pengalaman manusia sabagai individu dengan lingkungan fisik dan sosial.

Jadi dapat disimpulkan bahwa psikologi ligkungan adalah ilmu yang mempelajari transaksi antara individu dengan lingkungan. Misalnya bagaimana pengaruh desain fisik (ruang atau bangunan) terhadap aspek-aspek psikologis, seperti persepsi, kognisi, relasi sosial, perilaku abnormal, dan lainnya.

2. Kontribusi psikologi lingkungan bagi kehidupan manusia

Ada banyak hal yang telah dilakukan psikologi lingkungan dalam memberikan kontribusinya terhadap kehidupan manusia, diantaranya adalah:

a. Sebagai solusi dalam pemecahan masalah.

Seperti bagaimana caranya agar mesyarakat dapat memanfaatkan air sungai (misalnya untuk keperluan industri) dengan tetap menjaga kebersiha dan debitnya, bagaimana orang dapat tetap merasa sejuk dalam ruangan dengan menggunakan pendingin udara yang hemat energi, dan bagaimana mengurangi pertumbuhan penduduk agar tidak melampaui daya dukung sumber alam.

b. Mempelajari proses kognisi manusia dalam hubungannya dengan lingkungan.

Misalnya mengapa orang lebih lebih mudah menghafal peta lingkungannya atau mempunyai peta kognitif di wilayahnya sendiri dari pada di tempat yang asing. Mengapa orang Jakarta tidak merasa sesak tinggal di daerahyang sangat padat, sementara orang dari luar Jawa tidak betah di Jakarta karena merasa sesak.

c. Meningkatkan kesehatan masyarakat.

Seperti menghentikan kebiasaan merokok, mencegah AIDS, mnegurangi kecemasan dan meningkatkan prognosis yang positif setelah pembedahan serta memberikan alternatif psikologi lingkungan terhadap program – program kesehatan yang selama ini hanya mengandalkan pendekatan medis.

d. Membantu dalam membuat desain lingkungan yang nyaman.

Misalnya mengatur perancngan, arsitektur, prasarana, tata kota, peta bumi dll yang disesuaikan dengan psikologi orang – orang yang akan menghuni, bekerja atau memanfaatkan lingkungan tersebut.

3. Teori psikologi Lingkungan

a. Teori Gestalt

Teori – teori yang berorientasi deterministik lebih banyak digunakan untuk menjelaskan fenomena kognisi lingkungan. Dalam hal ini, teori yang digunakan adalah teori gestalt. Menurut teori gestalt, proses persepsi dan kognisi manusia lebih penting dari pada mempelajari perilaku yang tampak (overt behaviour). Bagi gestalt perilaku manusi lebih disebabkan oleh proses – proses persepsi. Dalam kaitannya dengan psikologi lingkungan, maka persepsi lingkungan merupakan salah satu aplikasi dari teori gestalt.

b. Teori Behavoristik

Teori yang berorientasi lingkungan dalam psikologi lebih banyak dikaji oleh behavioristik. Perilaku terbentuk karena pengaruh umpan balik (pengaruh positif dan negatif) dan pengaruh modeling. Dilukiskan bahwa manusia sebagai black-box yaitu kotak hitam yang siap dibentuk menjadi apa saja. Dalam psikologi lingkungan, teori yang berorientasi lingkungan, salah satu aplikasinya adalah geographical determinant yaitu teori yang memandang perilaku manusia lebih ditentukan faktor lingkungan di mana manusia hidup yaitu apakah di pesisir, di pegunungan, taukah di daratan. Adanya perbedaan lokasi di mana tinggal dan berkembang akan menghasilkan perilaku yang berbeda.

Kedua orientasi tersebut bertentangan dalam menjelaskanperilaku manusia. Orientasi ketiga merupakan upaya sintesa terhadap orientasi pertama dan kedua. Premis dasar dari teori ini menyatakan bahwa perilaku manusia selain disebbakan faktor lingkungan,juga disebabkan faktor internal. Artinya manusia dapat mempengaruhi lingkungan dan lingkungan dapat dipengaruhi oleh manusia. Salah satu teori besar yang menekankan interaksi manusia – lingkungan dalam psikologi adalah teori medan dari Kurt Lewin dengan formula B=F(E,O). Perilaku merupakan fungsi dari lingkungan dan organisme.

c. Teori Beban Lingkungan (Environmental – Load Theory)

Premis dasar dalam teori ini adalah manusia mempunyai kapasitas terbatas dalam pemrosesan informasi. Menurut Cohen (dalam Helmi, 1999) ada 4 asumsi dasar teori ini adalah:

1) Manuis mempunyai kapasitas terbatas dalam pemrosesan informasi.

2) Ketika stimulus lingkungan melebihi kapasitas pemrosesan informasi, proses perhatian tidak akan dilakukan secara optimal.

3) Ketika stimulus sedang berlangsung, dibutuhkan respon adaptif. Artinya, signifikasi stimulus akan dievaluasi melalui proses pemantauan dan keputusan dibuat atas dasar respon pengatasan masalah. Jika stimulus yang merupak stimulus yang dapat diprediksi dan dapat dikontrol, stimulus tersebut semakin mempunyai makna untuk diproses lebih lanjut. Tetapi jika stimulus yang masuk merupakan stimulus yang tidak dapat diprediksi atau tidak dapat dikontrol, perhatian kecil atau mungkin pengabaian perhatian akan dilakukan.Akibatnya, pemrosesan informasi tidak akan berlangsung.

4) Jumlah perhatian yang diberikan sesorang tidak konstan sepanjang waktu, tetapi sesuai dengan kebutuhan.

d. Teori Hambatan Perilaku (Behaviour Constraints Theory)

Premis dari teori ini adalah stimulasi yang berlebihan atau tidak diinginkan, mendorong terjadinya arousal atau hambatan dalam kapasitas informasi. Akibatnya orang merasa kehilangan kontrol terhadap situasi yang sedang berlangsung. Perasaan kehilangan kontrol merupakan langkah awal dari teori kendala perilaku.

Istilah “hambatan” berarti terdapat sesuatu dari lingkungan yang membatasi apa yang menjadi harapan. Hambatan dapat muncul, baik secara aktual dari lingkungan ataupun interpretasi kognitif.

Averyl (dalam Helmi, 1999) bahwa ada beberapa tipe kontrol terhadap lingkungan yaitu kontrol perilaku, kontrol kognitif, dan kontrol lingkungan. Kontrol lingkungan mengarahkan perilaku untuk mengubah lingkungan misalnya mengurangi suasana yang bising, membuat jalan tidak berkelok – kelok, membuat tulisan atau angka dalam tiap lantai di gedung yang bertingkat, atau membuat pagar hidup untuk membuat nuansa ramah lingkungan. Kontrol kognitif dengan mengandalkan pusat kendali di dalam diri, artinya mengubah interpretasi situasi mengancam menjadi situasi penuh tantangan. Kontrol kepuasan, dalam hal ini orang yang mempunyai kontrol terhadap alternatif pilihan yang ditawarkan. Semakin besar kontrol yang dapat dilakukan, akan lebih membantu keberhasilan adaptasi.

Teori kendala perilaku iini banyak dikembangkan oleh Altman. Konsep penting dari Altman (dalm Helmi, 1999) adalah bagaimana seseorang memperoleh kontrol melalui privasi agar kebebasan perilaku dapat diperoleh. Dinamika psikologis dari privasi merupakan proses sosial antara privasi, teritorial, dan ruang personal. Privasi yang optimal terjadi ketika privasi yang dibutuhkan sama dengan privasi yang dirasakan. Privasi yang terlalu besar menyebabkan orang merasa terasing. Sebaliknya, terlalu banyak orang lain yang tidak diharapkan, perasaan kesesakan (crowding) akan muncul sehingga orang merasa privasinya terganggu.

e. Teori Level Adaptasi

Teori ini pada dasarnnya sama dengan teori beban lingkungan. Menurut teori ini, stimulasi level yang rendah meaupun level tinggi mempunyai akibat negatif bagi perilaku. Level stimulasi yang optimal adalah yang mampu mencapai perilaku optimal pula. Dengan demikian teori ini dikenal perbedaan individu dalam level adaptasi. Adaptasi dilakukan ketika terjadi suatu disonansi dalam suati sistem, artinya ketidakseimbangan antara interaksi manusia dengan lingkungan, tuntutan lingkungan yang berlebih atau kebutuhan yang tidak sesuai dengan situasi lingkungan. Dalam hal ini, adaptasi merupakan suatu model modifikasi kehadiran stimulus yang berkelanjutan.

Salah satu teori beban lingkungan adalah teori adaptasi stimulasi yang optimal leh Wohwil (dalam Hemli, 1999) menyatakan bahwa ada 3 dimensi hubungan perilaku lingkungan yaitu:

a. Intensitas. Terlalu banyak orang atau terlalu sedikit orang di sekeliling kita, akan membuat gangguan psikologis. Terlalu banyak orang menyebabkan perasaan sesak (crowding) dan terlalu sedikit menyebabkan orang merasa terasing (socialisolation).

b. Kenekaragaman. Keanekaragaman benda atau manusia berakibat terhadap pemrosesan informasi. Terlalu beraneka membuat perasaan overload dan kekurangaanekaragaman membuat perasaan monoton.

c. Keterpolaan. Keterpolaan berkaitan dengan kemmpuan memprediksi. Jika suatu setting dengan pola yang tidak jelas dan rumit menyebabkan beban dalam pemrosesan informasi sehingga stimulus sulit diprediksi, sednagkan pola – pola yang sangat jelas menyebabkan stimulus mudah diprediksi.

BAB III

PENUTUP

Jadi dapat disimpulkan bahwa kontribusi psikologi lingkungan antara lain sebagai solusi dalam pemecahan masalah, mempelajari proses kognisi manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, meningkatkan kesehatan masyarakat dan membantu dalam membuat desain lingkungan yang nyaman.

Psikologi lingkungan sebagai salah satu cabang psikologi, belum mempunyai grand theories dan teori yang sudah ada saat ini masih dalam tataran teori mini. Saalh satu upaya yang dapat dilakukan para peneliti dalm mengkaji hubungan manusia dengan lingkungan, dibuat suatu model dengan memperhatikan karakteristik lingkungan fisik dan manusia.

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. Pengantar psikologi lingkungan http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab1-pendahuluan.pdf. Diakses tanggal 13 Februari 2011.

Helmi, Avin Fadilla. 1999. Beberapa teori psikologi lingkungan. http ://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/psikologilingkungan_avin.pdf. Diakses tanggal 13 Februari 2011.

Mulandari, Nunuk. Ruang lingkup psikologi. http://images.nunukmulandari.multiply.multiplycontent.com/.../Ruang%20Lingkup%20Psikologi%20(Pertemuan%202).ppt?Diakses tanggal 13 Februari 2011.

Wibowo, Istiqomah. 2009. Pola perilaku kebersihan : studi psikologi lingkungan tentang penanggulangan sampah perkotaan. Jurnal Sosial Humaniora.Vol.13.Hal 37-47.

Sarwono, Sarlito wirawan. 2005. Psikologi sosial : psikologi kelompok dan psikologi terapan. Jakarta: Balai Pustaka

No comments:

Post a Comment